|

Kamus Istilah Ilmu Hadits

1. Hadits, Atsar dan Matan

Ashal arti hadits ialah omongan, perkataan, ucapan dan sebangsanya. Ghalibnya terpakai untuk perkataan Nabi SAW. Jika disebut hadits Nabi, maka maksudnya adalah sabda Nabi SAW. Misalnya disebut hadits Anas, maka maksudnya ialah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Anas. Sering juga dikatakan Hadits Bukhari, maka maksudnya ialah Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari di dalam kitabnya. Ada pun lafazh hadits yang diucapkan oleh Nabi SAW dinamakan matan hadits atau isi hadits. Sedang Atsar ialah perkataan sahabat sebagaimana hadits perkataan Nabi SAW, namun diucapkan oleh sahabat Nabi SAW, terkadang omongan dari sahabat dikatakan riwayat.

2. Gambaran sanad

Sabda Nabi SAW didengar oleh sahabat (seorang atau lebih), kemudian mereka (sahabat) sampaikan kepada tabi’in (seorang atau lebih). Kemudian tabi’in sampaikan kepada orang-orang generasi berikutnya. Demikianlah seterusnya, hingga dicatat hadits-hadits tersebut oleh Imam-Imam ahli hadits, seperti Malik, Ahmad, Bukhari , Muslim, Abu Dawud, dan lain-lain. Demikian inilah gambaran sanad.
Contohnya, ketika meriwayatkan hadits Nabi SAW, Bukhari berkata bahwa hadits ini disampaikan kepada saya melalui seseorang, namanya A. Dan A berkata, disampaikan kepada saya dari B. B berkata, disampaikan kepada saya dari C, dan seterusnya sampai G (misalnya). G berkata bahwa diucapkan kepada saya dari Nabi SAW.
Maka menurut contoh ini, antara Nabi SAW dan Bukhari sanadnya ada 7 orang (A - G). Tentu dalam sebuah sanad, tidak selalu ada 7 orang perantara, karena bisa kurang dan bisa lebih, di atas tadi sekedar contoh.

3. Rawi, Sanad dan Mudawwin

Tiap-tiap orang dari A sampai G yang tersebut pada contoh diatas dinamakan Rawi, yakni yang meriwayatkan hadits. Adapun kumpulan rawi-rawi tersebut dinamakan Sanad, yakni sandaran, jembatan, titian, atau jalan yang menyampaikan sesuatu hadits kepada kita. Sanad terkadang disebut juga isnad. Adapun Mudawwin artinya pembuku, pencatat, pendaftar, yaitu orang alim yang mencatat/membukukan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam, seperti : Malik, Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll.

4. Shahabi (Shahabat) dan tabi’i

G yang mendengar hadits dari Nabi SAW seperti contoh nomor 2 tersebut adalah sahabi (sahabat), dan F yang mendengar hadits dari G dan tidak berjumpa dengan Nabi SAW disebut tabi’i.

5. Awal dan akhir sanad

Menurut para ahli hadits, ada awal dan akhir dalam sebuah sanad. Awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah G. Jadi, orang yang memberitahu mudawwin (Bukhari, Muslim, dll) dinamakan awal sanad, dan G adalah akhir sanad.

6. Sifat-sifat Rawi

Tiap-tiap orang dari rawi sebuah hadits haruslah mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Bukan pendusta
b. Tidak dituduh sebagai pendusta
c. Tidak banyak salahnya
d. Tidak kurang ketelitiannya
e. Bukan fasiq
f. Bukan orang yg banyak keraguan
g. Bukan ahli bid’ah
h. Kuat hafalannya
i. Tidak sering menyalahi rawi-rawi yang kuat
j. Terkenal (dikenal oleh sedikitnya 2 orang ahli hadits di jamannya)

7. Bagaimana mengetahui sifat-sifat rawi ?

Setiap rawi haruslah dikenal oleh sedikitnya 2 orang ahli hadits di zamannya masing-masing. Sifat masing-masing rawi pun hendaknya diterangkan oleh ahli hadits di masing-masing masanya. Semua rawi-rawi hadits dari zaman Nabi SAW hingga zamannya mudawwin dicatat para Imam ahli hadits di zamannya masing-masing dan telah ada di kitab-kitab mereka dari zaman sahabi hingga zaman tabi’i dan generasi dibawahnya. Tiap ulama ahli hadits di suatu masa telah mencatat tarikh lahir dan wafat para rawi tersebut agar diketahui oleh orang-orang di bawah mereka. Tidak seorangpun dari rawi-rawi hadits yg terluput dari catatan para ulama hadits.
Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan majhul (tidak terkenal). Rawi-rawi yang majhul tidak diterima hadits yang diriwayatkan oleh mereka.
Diantara kitab yang menerangkan tarikh para rawi adalah sebagai berikut :
01. Tahdzibuttahdzib (Ibn Hajar) - 12.460 nama rawi
02. Lisanul mizan (Ibn Hajar) - 15.343 nama rawi
03. Mizanul I’tidal (Adzdzahabi) - 10.907 nama rawi
04. Al-I shabah (Ibn Hajar) - 11.279 nama sahabat
05. Usudul Ghobah (Ibn Al Atsir) - 7.500 nama sahabat
06. Attarikhul khabir (Imam Bukhari) - 9.048 nama rawi
07. Al Fihrist (Ibnun Nadim)
08. Al Badruththoli’ (As Syaukani) - 441 nama rawi
09. Al Jarh wa atta’dil (Ibn Abi Hatim) - 18.040 nama rawi
10. Ad Durarul Kaminah (Ibn Hajar) - 5.320 nama rawi
11. Dan lain-lain.

8. Marfu’

Satu hadits yang diriwayatkan dari Nabi SAW oleh seorang rawi hingga sampai kepada ulama Mudawwin (Bukhari, muslim, dll) dinamakan hadits Marfu’, yaitu hadits yang riwayatnya sampai kepada Nabi SAW. Bila ada seorang ahli hadits mengatakan bahwa “hadits itu dirafa’kan oleh seorang sahabi”, misalnya Ibn Umar, maka maksudnya ialah Ibn Umar meriwayatkan hadits tersebut dari Nabi SAW, dan bukan dari fatwanya sendiri. Jika ada di kitab-kitab para ahli hadits “rafa’kan suatu hadits”, maka maksudnya untuk menunjukkan bahwa sanadnya sampai kepada Nabi SAW, dan bukan hanya sampai sahabat saja. Dan bila ada perkataan “tidak sah rafa’ nya”, maka sanadnya hanya sampai kepada sahabat saja.

9. Maushul

Hadits yang sanadnya sampai kepada Nabi SAW dan tidak putus dinamakan maushul
(muttashilus-sanad), yaitu bersambung (tidak putus sanadnya). Perkataan maushul ini juga dipakai dapat juga untuk sanad atau riwayat atau atsar sahabat atau tabi’in yang tidak putus.

10. Mauquf

Perkataan sahabat atau anggapan sahabat yang diriwayatkan kepada kita, dinamakan mauquf, yaitu sanadnya terhenti sampai sahabat saja (tidak sampai ke Nabi SAW). Perkataan ulama misalnya bahwa hadits itu diwaqafkan oleh Tirmidzi, maka artinya bahwa Tirmidzi membawakan sanad yang hanya sampai kepada sahabat. Bila ada ulama yang mengatakan ‘mauqufnya lebih rajih’, maka artinya adalah hadits tersebut masih diperdebatkan sanadnya apakah ia marfu’ atau mauquf, namun yang lebih rajih (berat) adalah mauqufnya.

11. Mursal

Apabila ada seorang tabi’i yang pastinya tidak bertemu Nabi SAW berkata :”telah bersabda Nabi SAW…”, maka apa yang diriwayatkan ini dinamakan hadits mursal, karena hadits tersebut dilangsungkan kepada Nabi SAW tanpa melalui perantara para sahabat.

12. Syahid dan mutabi’

Jika ada sebuah hadits, misalnya yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, namun ditemukan juga hadits lain yang maknanya sama namun diriwayatkan oleh sahabat yang lain, maka hadis ini dinamakan syahid (penyaksi). Namun bila ada sanad lain yang juga diriwayatkan oleh Ibn Abbas, maka hadits ini dinamakan mutabi’ (yang mengikuti/pengiring)

13. Maqthu’

Hadits yang sanadnya hanya sampai kepada tabi’i atau yang dibawahnya, dinamakan hadis Maqthu’.

14. Munqathi’ dan Mu’dhal

Di dalam satu sanad, jika gugur nama seorang rawi, selain sahabat, atau gugur dua orang rawi yang tidak berdekatan (maksudnya gugurnya dalam sebuah sanad berselang), maka sanad tersebut dinamakan munqathi’. Dan jika yang gugur adalah dua orang rawi yang berdekatan (tidak berselang), maka dinamakan Mu’dhal.

15. Mudhtharib

Sebuah hadits yang dibawakan oleh seorang perawi dengan satu rangkaian/sanad, namun dia bawakan juga dengan sanad lain namun dengan makna yang berbeda. Atau dia bawakan sebuah hadits dengan satu sanad, namun dia bawakan juga hadits tersebut dengan sanad yang sama, namun dengan perubahan lafazh. Sehingga tidak dapat diputuskan mana yang harus digunakan. Ini adalah hadits mudhtharib, artinya guncang, lantaran tidak tetap.

16. Maqlub

Maqlub artinya dibalik atau terbalik. Misalnya, sebuah hadits berbunyi :”tangan dulu baru lutut”, sementara diriwayatkan oleh orang lain :”lutut dulu baru tangan”. Oleh karena terbaliknya di matan hadits, maka disebut maqlub fil matan.
Dan bila dalam sebuah sanad ditemukan nama misalnya Muhammad bin Ali, namun dalam hadits yang sama ditemukan nama Ali bin Muhammad, maka ini disebut maqlub fil sanad.

17. Mudraj

Diantara lafazh-lafazh hadits yang diriwayatkan dari Nabi SAW, jika ditemukan terdapat tambahan-tambahan dengan maksud untuk menerangkan, tapi terbukti bukan berasal dari Nabi SAW, maka tambahan ini dinamakan mudraj. Sementara pekerjaan menyelipkannya dinamakan Idraj. Idraj dalam matan disebut idraj fil matani. Dan Idraj dalam sanad disebut idraj fil sanad.

18. Ma’lul, Mu’allal, Mu’tal

Yaitu hadits yang terdapat didalamnya cacat yang tersembunyi (Bukan cacat biasa seperti pada point nomor 6 diatas), cacat ini hanya dapat dibuktikan dengan ketelitian, dan tidak diketahui selain oleh orang yang benar-benar ahli hadits. Cacat tersebut dinamakan ‘illat, artinya penyakit.

19. Mu’allaq

Yaitu hadits yang diriwayatkan tanpa memakai sanad. Misalnya, “Rasulullah SAW bersabda…” atau “Diriwayatkan dari Ibn Umar dari Rasulullah SAW…” atau Bukhari meriwayatkan hadits Rasulullah SAW…”. Hadits mu’allaq ini kadang tidak disebut sanadnya oleh seorang ahli hadits karena hendak meringkasnya, padahal sanadnya ada.

20. Maudhlu’ dan matruk

Hadits yang didalam sanadnya terdapat seorang pendusta dinamakan hadits maudhlu. Atau hadits yang dibuat oleh seseorang, namun dikatakan dari Nabi SAW. Sedang hadits yg didalam sanadnya terdapat seseorang yg dituduh sebagai pendusta dinamakan matruk. Orang yang tertuduh juga dikatakan matruk, artinya yang ditinggalkan /diabaikan.

21. Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Yang dikatakan sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam itu terdiri dari 3 perkara, yaitu : Sabdanya, Perbuatannya dan Perbuatan atau perkataan orang lain yang dibiarkannya. Inilah yang disebut qauluhu, fi’luhu dan wataqriruhu.

22. Mahfuzh dan syaadz

Jika diriwayatkan dua hadits shahih dari Nabi SAW yang seolah-olah artinya berlawanan, maka yang lebih kuat dinamakan mahfuzh dan yang kurang kuat dinamakan syaadz.

23. Ma’ruf dan munkar

Jika diriwayatkan dua hadits lemah dari Nabi SAW yang artinya berlawanan, maka yang lemah dinamakan ma’ruf, sementara yang lebih lemah lagi dinamakan munkar.

24. Mutawatir, Masyhur, ‘Aziz dan Ahad

Hadits mutawatir adalah hadits yang memiliki banyak sanadnya (biasanya lebih dari 3). Hadits Masyhur adalah hadits yang memiliki sekurang-kurangnya 3 sanad).
Hadits ‘aziz adalah hadits yang memiliki sekurang-kurangnya 2 sanad. Sedang Hadits Ahad adalah hadits yang hanya memiliki 1 sanad.

25. Hadits Qudsi

Yaitu firman Allah SWT yang tidak tercantum dalam Al-Qur’an. Diriwayatkan oleh Nabi SAW namun tidak dimasukkan dalam Al-Qur’an. Dalam hadits qudsi pun juga dikenal istilah shahih, dha’if dan lain-lain.

26. Dha’if

Yaitu sebuah hadits yang tidak dapat memenuhi syarat-syarat hadits shahih, juga hadits hasan. Hadits menjadi dha’if umunya dikarenakan ketidaksesuaian yang terdapat di dalam sanad dan matannya.

27. Shahih dan hasan

Yaitu hadits yang seluruh rawi dalam sanadnya sudah memenuhi syarat seperti tercantum di point 6 diatas. Hadits shahih wajib digunakan sebagai dasar hukum dan amal. Beberapa hadits shahih walaupun kelihatan seperti bertentangan, namun bila diteliti akan ditemukan persamaannya, karena tidak mungkin ada 2 hadits shahih yang bertentangan. Dan, hadits shahih tidak mungkin bertentangan dengan Al-Qur ‘an. Karena tidak mungkin sebuah hadits sanadnya shahih, tapi matannya buruk.

28. Sifat rawi yang lemah

Sebuah hadits tidak akan dianggap shahih bila didalam sanadnya terdapat seorang rawi yang lemah.
Sifat-sifat lemah tersebut antara lain :
1. Pendusta, pembohong
2. pemalsu
3. lembek
4. jelek hafalannya/pelupa
5. munafiq
6. dan lain-lain

29. Musnad dan sunan

Sebuah kitab yang urutan penulisannya berdasarkan perawi, maka disebut kitab musnad. Misalnya Kitab musnad Ahmad, maka sistematika penulisannya berdasarkan pasal perawi, misalnya Pasal Ibn Abbas, Pasal Ibn Umar, dst. Sementara, kitab yang yang urutannya didasarkan pada fiqh, maka disebut kitab sunan. Misalnya kitab sunan Abu dawud, maka sistematika penulisannya berdasarkan ilmu fiqh, misalnya thaharah, shalat, jinayah, dst.

30. Al Hadits, Al Khabar, Al Atsar

Kebanyakan para muhaditsin berpendapat bahwa istilah al-hadits, al-khabar, al-atsar, dan as-sunnah adalah sinonim, meskipun di sana-sini ada ulama yang membedakannya, namun perbedaan itu tidaklah prinsipil. Misalnya, ada suatu pendapat yang membedakan bahwa pengertian al-hadits itu hanya terbatas pada apa yang datang dari Nabi Muhammad saw. saja, sedang al-khabar terbatas pada apa yang datang dari selainnya. Karena itu, orang yang tekun kepada ilmu hadis saja disebut dengan muhaddits, sedang orang yg tekun kepada khabar disebut dengan akhbari.
Ada pula pendapat yang membedakannya dari segi umum dan khusus muthlaq, yakni tiap-tiap hadits itu khabar, tetapi sebaliknya bahwa tiap-tiap khabar itu dapat dikatakan hadits. Di samping ada pendapat yang mengatakan bahwa atsar itu ialah yg datang dari sahabat, tabi’in, dan orang-orang sesudahnya, juga ada pendapat yag mengatakan bahwa istilah atsar itu lebih umum penggunaannya daripada istilah hadits dan khabar. Karena, istilah atsar itu mencakup segala berita dan perilaku para sahabat, tabi’in, dan selainnya. Pada umumnya para muhadditsin memperkuat alasannya tentang persamaan keempat istilah tersebut dengan mengemukakan persesuaian maksud dalam pemakaiannya. Misalnya, istilah khabar mutawatir dipakai juga untuk hadits mutawatir, haditsun nabawi untuk sunnatun nabawi, dan ahli hadits maupun ahli khabar juga disebut dengan ahli atsar (al-atsari).

31. Makna Mudallas dan Mudallis

Mudallas adalah hadits yang disembunyikan cacatnya. Maksudnya, hadits yang diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Maka hadits mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya. Sedangkan pelakunya disebut mudallis.
Ada tiga macam jenis hadits mudallas, yaitu mudallas isnad, mudallas syuyukh dan mudallas taswiyah.
a. Mudallas Isnad
Misalnya seorang muhaddits menyembunyikan nama gurunya yang merupakan satu di antara perawi dalam rangkaian sanad, lalu langsung menyebutkan perawi yang lebih atas dari gurunya. Namun adanya lompatan jalur periwatan ini disembunyikan sedemikian rupa, bahkan dengan tetap memakai ungkapan yang memberikan pengertian kepada si pendengar bahwa hal itu dinukilnya secara langsung. Misalnya, suatu hadits diriwayatkan oleh A dari B dari C dan dari D. A tahu bahwa gurunya, B adalah perawi yang lemah. Bila dicantumkan dalam hadits yang diriwayatkannya, pastilah hadits itu tidak akan diterima orang lain. Maka A menyembunyikan keberadaan B dan langsung mengatakan bahwa dia mendengar dari C. Padahal A tidak pernah bertemu atau meriwayatkan langsung dari C. Meski A tahu bahwa C itu ‘adil dan dhabith, namun karena A tidak pernah mendengar langsung dari C kecuali lewat B, maka A berbohong dan mengaku mendengar langsung dari C dan menghapus B dari daftar perawinya.
b. Mudallas Syuyukh
Trik lainnya untuk mengelabuhi adalah dengan tidak menghilangkan nama gurunya, tetapi gurunya itu digambarkan dengan sifat yang tidak dikenal oleh umumya kalangan ahli hadits. Misalnya, A tetap mengatakan bahwa dia meriwayatkan hadits dari B dan dari C dan dari D. Karena A tahu bahwa B itu perawi yang lemah dan kalau disebutkan secara jelas identitas B akan membuat hadits itu jadi lemah, maka A tidak secara tegas menyebutkan identitas B dengan nama yang sudah dikenal kalangan ahli hadits. Misalnya A menyebut nama julukan lain yang sebenarnya mengacu kepada B, tapi orang lain tidak tahu bahwa yang dimaksud oleh A dengan julukan itu sebenarnya adalah B.
c. Mudallas Taswiyah
Trik ini adalah menggugurkan seorang perawi dha’if di antara dua orang perawi yang tsiqah.

Tambahan :
Apakah Al-Hasan Al-Bashri Mudallas ?
Sedangkan masalah Al-Hasan Al-Bashri yang dianggap mudallas oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar, memang telah terjadi polemik besar di kalangan ulama hadits. Namun mudallasnya Al-Hasan Al-Bashri tidak bisa disamakan dengan mudallas umumnya. Sebab beliau termasuk min kibarit-tabi’in, yaitu tabi’in yang senior. Sebagian orang meriwayatkan bahwa beliau sempat bertemu dengan Umar bin Al-Khattab dan mendengar khutbahnya.
Adapun ‘an’anah yang disebutkan oleh beliau, memang benar. Maksudnya, Al-Hasan Al-Basri memang melakukan tadlis bila dilihat secara zahir definisi tadlis, tapi sebenarnya bukan termasuk tadlis yang parah atau fatal. Boleh dibilang tadlis khofiy. Hal itu karena beberapa alasan :
* Al-Hasan Al-Basri boleh jadi tidak bertemu langsung dengan Abi Bakrah yang shahabi itu. Dan memang beliau tidak menyebut riwayatnya dengan sami’tu atau hadda tsana. Namun beliau mendapatkan ijazah dari shahabat nabi itu berupa hadits dalam bentuk tulisan. Sehingga masih termasuk tahammul hadits menurut para ahli hadits.
* Yang beliau tadlis adalah perawi yang hidup sezaman dengan shahabat nabi. Mereka hidup sezaman dan sangat mungkin bertemu langsung.
* Kalau seandainya apa yang dilakukan oleh Al-Hasan itu adalah penipuan, seharusnya Al-Bukhari tidak memasukkannya ke dalam kita shahihnya. Tapi kita tahu bahwa di dalam shahih Bukhari ada beberapa hadits yang mu’an’an, tapi tetap dianggap shahih dan sanadnya bersambung.
* Di dalam lain riwayat, Al-Hasan juga pernah menyebut dengan sami’tu atau hadda tsana dari Abi Bakrah. Dan sekali saja beliau menyebutnya, maka meski pada hadits lain tidak menyebutkan lafadz itu dan hanya mu’an’an saja, tetapi secara sanad tetap masih dianggap sanadnya bersambung.
Wallahu a’lam bishshawab.


(sumber :
1. http://www.islamdotnet.com/index.php?option=com_content&task=view&id=148
2. Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Drs. Fatchur Rahman - www.alismam.or.id
(PUSAT INFORMASI DAN KOMUNIKASI ISLAM INDONESIA)
3. Ahmad Sarwat, Lc. - http://www.eramuslim.com/ustadz/hds/6a18103439-bagaimana-menentukan-keshahihan-hadits.htm?other)
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :”Sesungguhnya Allah bila mencabut ilmu, tidak dicabut dari seorang hamba, tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan ulama, hingga bila tiada lagi orang ‘alim, maka manusia mulai mengambil pemimpin dari orang yang bodoh maka bila mereka ditanya, maka mereka memberi fatwa tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan menyesatkan”. (HR.Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :”Dua telapak kaki manusia akan selalu tegak (di hadapan Allah) hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan; tentang ilmunya untuk apa ia pergunakan; tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia pergunakan; dan tentang tubuhnya untuk apa ia korbankan.
(HR.At-Tirmidzi dari Abu Barzah r.a.)
Dari Sahl bin Sa’ad r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda kepada Ali r.a., yang artinya , “Demi Allah, jika Allah memberi hidayah kepada seseorang karena ajaranmu maka yang demikian itu bagimu lebih baik dari kekayaan binatang ternak yang merah-merah.” (HR.Bukhari - Muslim)


KAMUS KECIL ISTILAH-ISTILAH ILMU HADITS

Adil (dalam periwayatan):

Orang yang selalu melaksanakan segala perintah agama, dan menjauhi segala larangan dalam agama. Dan salah satu syarat hadis shahih ialah rowinya adil.

Ala SyartilBukhari:

Hadis yang dianggap sah karena memenuhi syarat-syarat Imam Bukhari, maksudnya rowi-rowi pada hadis itu rowi-rowi yang dipakai oleh Imam Bukhari.

Ala SyartisSyaikhin:

Hadis yang dianggap sah karena memenuhi syarat-syarat dua syekh, yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim. Maksudnya rowi-rowi pada hadis itu rowi-rowi yang dipakai oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Ahwali:

Hadis yang menceritakan hal ihwal Rasulullah, misalkan keadaan fisik, sifat, dan karakter Rasulullah Saw.

Atsar:

Sebagian ulama mengatakan bahwa atsar adalah hadis yang disandarkan kepada Sahabat Rasulullah Saw.

Aushatut Tabi’in:

Tabi’in pertengahan, yaitu Tabi’in yang tidak terlalu banyak menerima hadits dari Sahabat. Seperti: Kuraib dan Muhamad bin Ibrahim At-Taimi.

Aziz:

Hadis yang diriwayatkan melalui dua jalan sanad

Ahad:

Hadis yang jalan sanadnya kurang dari derajat Mutawatir, hadis ahad ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Yang termasuk ke dalam hadis ahad ialah hadis masyhur, hadis aziz, dan hadis ghorib.

Bayan:

Menjelasakan, artinya hadis berfungsi untuk menjelaskan kandungan isi Al-Qur’an.

Bayan At-Taqrir:

Hadis berfungsi sebagai bayan at-taqrir, artinya hadis berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan didalam Al-Qur’an.

Bayan At-Tafsir:

Hadis berfungsi sebagai bayan at-tafsir, artinya memberikan tafsiran terhadap ayat Al-Qur’an.

Dhabit:

Dia seorang perowi yang dhabit, artinya dia seorang periwayat hadis yang kuat hapalannya.

Dhaif:

Hadis yang lemah

Dirayatan:

Ilmu untuk menetapkan sah atau tidaknya suatu riwayat.

Fi’liyyah:

Hadis yang menerangkan keadaan/perbuatan Rasulullah Saw.

Gharib:

Hadis yang diriwayatkan hanya melalui satu jalan sanad

Hadist:

Sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrirnya.

Hasan:

Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sanadnya bersambung, tidak janggal, tidak terrdapat illat (cacat), akan tetapi terdapat perowinya yang kurang kuat hapalannya.

Hammi:

Hadis yang menerangkan keinginan kuat Rasulullah Saw. akan tetapi tidak sempat terealisasi.

Ikhtisarul Hadis:

Meringkas hadis, misalkan dari hadis yang panjang diambil bagian yang dianggap perlu saja.

I’lam:

Memberi tahukan, yaitu seorang syekh memberi tahu kepada seorang rowi dengan tanpa disertai ijin untuk meriwayatkan darinya.

Ijazah:

Mengijinkan, yaitu seorang guru mengijinkan muridnya untuk meriwayatkan hadis atau riwayat, dengan cara memberi ijin dengan ucapan maupun tulisan.

Ikhtilat:

Kerusakan pada hapalan seorang rowi

Isnad:

Menyandarkan, misal Imam Muslim berkata, Abdun bin Humaid menceritakan kepadanya. Hal seperti ini disebut Isnad, artinya Imam Muslim menyandarkan kepada Abdun bin Humaid.

Ittisal:

Persambungan sanad, dari awal sanad sampai akhir sanad.

Jarh:

Kecacatan pada perawi hadis karena sesuatu yang dapat merusak keadilan atau kedhabitannya.

Khabar:

Khabar secara bahasa artinya berita, dan pengertiannya secara istilah para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in. Ada pula yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi Saw.

Kibarut Tabi’in:

Tabi’in besar, yaitu tabi’in yang banyak meriwayatkan hadist dari sahabat, seperti: Basyir bin Nasikh As-Sadusi, Abul Aswad Ad-Dili, Rib,I bin Hirasy, Zaid bin Wahb Abu Sulaiman Al-Kufi, Humaid bin Hilal Al-‘adwi, Said bin Al-Musaiyyab.

Ma’ruf:

Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang lemah serta menentang riwayat dari rowi yang lebih lemah. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Ma’lul:

Hadis yang kelihatannya shah, akan tetapi setelah diperiksa terdapat cacat padanya. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Majhul:

Hadis yang dalam sanadnya ada rowi yang tidak dikenal oleh ulama, dan hadisnya tidak diketahui, melainkan dari jalan seorang rowi saja. Terdapat lima pandangan terhadap hadis ini. Riwayatnya diterima dengan mutlak, tidak diterima riwayatnya dengan mutlak, riwayatnya diterima apabila rowi yang meriwayatkannya meriwayatkan dari orang yang terpercaya, diterima apabila rowinya dipuji oleh seorang ulama ahli Jarh dan Ta’dil, dan pandangan yang terakhir diterima apabila rowi itu masyhur, dan kemasyhurannya selain masyhur dalam ilmu dan riwayat.

Maqlub:

Hadis yang pada sanad atau matannya ada pertukaran, terbalik. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Maqbul:

Hadis yang dapat diterima kehujjahannya, karena telah memenuhi syarat-syarat hadis shahih.

Maqtu’:

Hadis yang disandarkan kepada Tabi’in. Hadis ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Akan tetapi meskipun shahih, hadis maqtu’ tidak bisa dijadikan hujjah atau dalil, sebab hadis maqtu bukan perkataan, perbuatan, atau taqrir Nabi, melainkan Tabi’in.

Marfu’:

Hadis Marfu’ terbagi kepada dua jenis, yaitu tashrihan (secara terang-terangan/ secara langsung menunjukan kepada marfu’) dan hukman (tidak secara langsung menunjukan kepada marfu’). Contoh: “Abu Hurairah telah berkata, Rasulullah Saw. telah bersabda…”, Contoh ini disebut marfu’ tashrihan, karena dalam contoh ini secara terang-terangan disebutkan “telah bersabda Rasulullah”. Dan yang termasuk marfu’ hukman, misalkan: “Dari Umar, ia telah berkata: “Doa itu terhenti antara langit dan bumi…”. Contoh ini disebut marfu, meskipun disitu tidak dicantumkan nama Nabi. Sebab hal-hal tentang doa adalah sesuatu yang ghaib, hanya Allah yang mengetahuinya, dan para Nabi melalui wahyu. Jadi secara tidak langsung Umar telah mengatakan pengetahuannya dari Nabi. Hadis marfu ada yang shahih, hasan dan dhaif.

Mardud:

Hadis yang ditolak karena tidak memenuhi syarat-syarat hadis maqbul.

Masruq:

Masruq artinya yang dicuri, dan secara istilah para ahli hadis ialah suatu hadis yang ditukar rawinya dengan rawi yang lain, supaya menjadi ganjil dan supaya diterima dan disukai hadisnya oleh ahli hadis. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Masyhur:

Hadis yang jalan sanadnya cukup banyak, akan tetapi tidak memenuhi syarat mutawatir.

Matan:

Isi hadis, lafal-lafal hadis.

Matruk:

Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh berdusta, banyak kekeliruan, lalai, fasik. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Maudlu:

Hadits maudlu ialah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw., padahal Rasulullah Saw. tidak pernah berkata atau berbuat demikian. Dalam kata lain hadis maudlu disebut juga hadis palsu. Hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.

Mauquf:

Hadis yang disandarkan kepada sahabat Rasulullah Saw. Hadis ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif, akan tetapi meskipun shahih, hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.

Mubbayyin:

Yang memberikan penjelasan, dalam arti hadis sebagai mubbayyin terhadap Al-Qur’an.

Mubham:

Hadis yang pada matan atau sanadnya ada orang yang tidak disebut namanya. Hadis ini tergolong hadis dhaif, akan tetapi seorang ulama mengatakan, bagi kitab bukhari sudah tidak bisa dikatakan mubaham lagi pada hadis-hadis mubhamnya, sebab nama-nama itu sudah dijelaskan/ disebutkan oleh Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalaniy dalam kitab Fathul-Baari. Melainkan hanya beberapa rowi mubham dalam matan saja.

Muharraf:

Hadis yang pada sanad atau matannya terjadi perubahan karena harakat, dengan tetap adanya bentuk tulisan yang asal. Misalkan pada matan, “abiy” (bapakku), padahal yang sepenarnya, “ubay” (nama salah seorang sahabat Rasulullah Saw. Hadis ini tergolong hadis dhaif. Diantara ulama ada yang menganggap hadis Muharraf sama saja dengan hadis Mushahhaf. (Lihat Mushahhaf dibawah pada jajaran Mus).

Muhmal:

Hadis yang pada sanadnya terdapat nama, gelar, sifat rowi yang memiliki kesamaan dengan rowi yang lain, dan tidak ada perbedaan (dalam aspek peninjauan ilmu hadis). Misal dalam sebuah hadis terdapat rowi yang bernama Ismail bin Muslim. Selain rowi itu, ada juga rowi lain yang bernama Ismail bin Muslim. Sehingga tidak bisa ditentukan pada hadis itu yang meriwayatkan Ismail bin Muslim yang mana. Maka dari itu hadis ini dinamakan hadis Muhmal, artinya ditinggalkan dan dikategorikan hadis dhaif.

Mukhtalit:

Rowi yang mengalami kerusakan pada hapalannya dengan beberapa sebab, yakni berkurangnya usia (bertambah tua), mengalami kebutaan, hilang kitab-kitabnya, hadis yang diriwayatkan rowi tersebut dikategorikan dhaif, karena riwayat yang dia riwayatkan disertai keragu-raguan.

Mukhadramun:

Orang yang hidup separuh dijaman jahiliyah dan separuh di jaman Rasulullah Saw. serta masuk Islam, akan tetapi tidak pernah bertemu dengan Rasulullah Saw.

Mu’dlal:

Hadis yang ditengah sanadnya gugur dua orang rowi atau lebih. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Mu’annan:

Hadis yang pada sanadnya ada lafadz “anna” atau “inna”, misalkan “anna aisyata” (sesungguhnya aishah). Lafadz seperti ini menunjukan bahwa dia tidak pernah bertemu dengan Aisyah. Jika didalam bahasa Indonesia, biasanya dengan kata “bahwa”, misalkan si A berkata, “Imam Ar-raghib menjelaskan bahwa asal arti dari kata fatana ialah….”. Kalimat seperti itu menunjukan bahwa si A tidak pernah bertemu dengan Imam Ar-Raghib. Hadis ini tergolong hadis dhaif, akan tetapi apabila rowi-rowinya ternyata orang-orang jujur, bukan mudallis, dan ada keterangan yang menerangkan bahwa rowinya bertemu dengan orang yang disandarinya dalam menerima hadis itu maka bisa hilang kelemahannya.

Mu’an’an:

Hadis yang pada sanadnya ada lafadz “an”. Keterangannya sama seperti hadis muannan, yaitu tergolong hadis dhaif, kecuali ada syarat-sayarat yang terpenuhi sehingga hilang kelemahannya.

Mu’allaq:

Hadis yang tergantung. Hadis yang dari permulaan sanadnya gugur seorang rowi atau lebih dengan berturut-turut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Muddalas:

Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, yang mana rowi itu bertemu dan sejaman dengannya. Akan tetapi sebenarnya dia tidak mendengar dari orang tersebut, dan ragu-ragu, seolah-olah rowi itu merasa mendengar dari orang tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Muddalis:

Pelaku hadis Muddalas.

Mudawwin:

Sebutan bagi orang yang membukukan hadis, seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Mudraj:

Hadis yang sanad atau matannya bercampur dengan yang bukan dari bagiannya. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Mudraj Matan:

Hadis yang tercampuri perkataan rowi, baik di awal matan, pertengahan matan, dan akhir matan. Sehingga seolah-olah semuanya adalah sabda Nabi Saw. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Mudraj Isnad:

Hadis yang tercampuri pada sanad, misalkan ada dua hadis yang sama matannya akan tetapi berbeda sanadnya. Lalu ada rowi yang meriwayatkan hadis tersebut dengan menyatukan dua sanad yang berbeda tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Mudltharib:

Hadis yang sanad atau matannya, atau sanad dan matannya diperselisihkan, dan tidak bisa diputuskan mana yang kuat. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Munkar:

Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang lemah dan bertentangan dengan riwayat yang lebih ringan lemahnya, hadisnya tunggal, matannya tidak diketahui selain dari orang yang meriwayatkannya, dan rowinya jauh daripada kuatnya hapalan. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Munqalib:

Sebenarnya munqalib sama seperti maqlub, akan tetapi hadis munqalib terjadi keterbalikannya pada matan (isi hadis), jadi munqalib adalah hadis yang terbalik pada isinya sehingga berubah maknanya. Hadis ini tergolong kepada hadis dhaif.

Munqhati:

Hadis yang di pertengahan sanadnya gugur seorang rowi atau lebih, tetapi tidak berturut-turut.Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Mursal:

Hadis yang gugur sanadnya sebelum sahabat. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Mursal Al-Jali:

Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi, yang mana dia meriwayatkan dari seseorang, padahal rowi tersebut tidak sejaman dan tidak pernah bertemu dengan orang tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Mursal Al-Khafi:

Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, dia sejaman dan bertemu dengan orang tersebut, akan tetapi padahal dia tidak menerima hadis itu atau tidak pernah menerima satupun hadis darinya. Atau Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, dia sejaman dengan orang tersebut, akan tetapi dia tidak pernah bertemu. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Mushahhaf:

Hadis yang pada huruf sanad atau matannya terjadi perubahan karena titik dengan tetap adanya bentuk tulisan yang asal. Misalkan pada matan, “Iddahinuw ghibbaan”, menjadi “idzhabuw a’nnaa”. Pada contoh ini perubahan terjadi pada, dal yang ditambah titik menjadi dza, nun yang berpindah titik menjadi ba, gha yang hilang titiknya menjadi ain, dan ba yang berpindah titik menjadi nun. Hadis ini tergolong hadis dhaif.

Musnad:

Sebutan untuk kumpulan hadis dengan menyebutkan sanadnya. Sebutan untuk sebuah kitab yang menghimpun hadis-hadis dengan cara penyusunan berdasarkan nama-nama sahabat.

Mutafaqun Alaihi:

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Mutashil:

Orang yang tashahul (lihat tashahul dibawah)

Musnid:

Yang menyandarkan atau sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadis dengan menyebutkan sanadnya.

Mutabi’:

Hadis yang sanadnya menguatkan sanad yang lain dalam hadis yang sama. Mutabi’ terbagi kepada dua, yaitu:

Mutabi’ Tam:

Mutabi’ yang sempurna, yaitu apabila sanad itu menguatkan rowi yang pertama. Misal Imam Bukhari meriwayatkan hadis dari A, A dari B, B dari C, C dari Nabi Saw. Lalu kita temukan Imam Muslim meriwayatkan hadis yang serupa dengan jalan sanad yang sama, maka Imam Muslim disebut Mutabi’ Tam, karena telah menguatkan rowi yang pertama yaitu Imam Bukhari.

Mutabi’ Qashir:

Mutabi’ yang kurang sempurna. Kembali pada contoh diatas, ternyata kita tidak menemukan rowi lain yang menggantikan Imam Bukhari, melainkan yang kita temukan pengganti A, misalkan M. Maka M disebut Mutabi’ qashir. Jadi hadis itu sanadnya selain yang diatas, ada juga yang begini Imam Bukhari dari M, M dari B, B dari C, C dari Nabi Saw. Hadis Mutabi’ ada yang shahih, hasan, dan dhaif.

Mutawatir:

Hadis yang diriwayatkan dengan banyak sanad, yang mustahil mereka sepakat untuk berdusta.

Mutawatir Lafdzi:

Hadis yang mutawatir secara lafadz.

Mutawatir Ma’nawi:

Hadis yang berbeda akan tetapi makna dan tujuannya sama.

Riwayatan:

Ilmu untuk membicarakan riawayat yang sudah ditetapkan melalui Ilmu Dirayatan.

Sahabat:

Orang yang hidup sejaman dan bertemu dengan Rasulullah Saw, mengimani dan membenarkan risalah Nabi (Islam).

Sanad:

Sandaran.

Shahih:

Hadits yang sah (tidak memiliki cacat) bisa diterima dan bisa dijadikan dalil. Karena diriwayatkan oleh orang yang adil (taqwa), hapalannya baik, sanadnya bersambung, tidak bercacat, dan tidak janggal.

Shahih lidzatihi:

Shahih karena dzatnya, bukan karena dibantu oleh riwayat lain yang serupa dengannya

Shahih lighoirihi:

Shahih karena dikuatkan oleh riwayat lain yang serupa dengannya.

Shigharut Tabi’in:

Tabi’in kecil, yaitu Tabi’in yang sedikit sekali meriwayatkan hadits dari sahabat. Seperti: Ma’ruf bin Khurrabudz Al-Maki dan Al-Ja’d bin Abdurrahman.

Sima’:

Penerimaan hadis dengan cara mendengarkan sendiri perkataan gurunya.

Syadz:

Hadis yang isinya bertentangan dengan hadis atau dalil lain yang lebih kuat.

Ta’dil:

Kebalikan dari Jarh, artinya Ta’dil ialah upaya untuk menetapkan bahwa seorang rowi termasuk bisa diterima hadisnya. Ada beberapa syarat seorang rowi bisa diterima hadisnya, yaitu: muslim, baligh, berakal, adil, benar, bisa dipercaya, amanah, tidak suka maksiat, sadar, hafazh (dhabit), tidak dungu, tidak pelupa, tidak berubah akalnya (ikhtilat), tidak sering salah, tidak sering menyalahi orang lain dalam meriwayatkan, dikenal oleh ahli hadis, tidak menerima talqin, tidak suka mempermudah, bukan ahli bid’ah yang menjadikan kekufuran. Untuk mengetahui apakah syarat-syarat tersebut ada pada diri seorang rowi, diantaranya dengan ilmu ta’dil.

Tabi’in:

Orang yang hidup sejaman dan bertemu dengan Sahabat, serta beragama Islam.

Tabi’ut Tabi’in:

Pengikut tabi’in.

Tadlis:

Menyamarkan

Talqin:

Menerima hadis dengan cara diajarkan oleh seseorang untuk menyebutkan nama rowi-rowi yang dia suka dalam sanadnya, padahal rowi itu tidak mendengar riwayat itu dari orang yang disebutkan.

Tadwin:

Pembukuan atau penulisan hadis.

Taqrir:

Hadis yang berisi ketetapan atau tidak berkomentarnya Rasulullah Saw. terhadap apa yang diperbuat oleh Sahabat.

Tashahul:

Mempermudah, maksudnya mempermudah suatu urusan. Dalam hadis, mempermudah suatu riwayat. Orang yang selalu mempermudah suatu urusan sering kali keliru dan salah, maka dari itu jika dalam suatu riwayat ada rowinya yang tasahul, maka riwayatnya di tolak/ lemah.

Tsiqoh:

Dia seorang rowi yang tsiqoh, artinya dia seorang rowi yang dapat dipercaya.

Posted by Unknown on 5:05 AM. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 comments for "Kamus Istilah Ilmu Hadits"

Leave a reply

Blog Archive

Labels

Recently Commented

Recently Added